Jombang – suaraharianpagi.com
Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Tebel Diduga
ada dugaan Pungutan Liar (Pungli) yang telah ditanggapi beragam oleh tokoh
masyarakat desa Tebel dan Camat Bareng. Usman SE.MSi.
Camat Bareng, Usman SE.MSi, lewat Whatsappnya
mengatakan “Pendapat saya terkait isu program PTSL, di desa Tebel, Kecamatan
Bareng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, sebelum benar – benar jelas ada
sosialisasi program PTSL dari BPN, maka jangan melakukan kegiatan yang nantinya
menimbulkan persoalan, Terkecuali diluar program PTSL, yang sifatnya mandiri
itu sah”. Tegas Camat bareng Usman SE.MSi.
Apa
yang dikatakan oleh Camat Bareng, bisa dimaknai kalau sosialisasi pendampingan
program PTSL oleh salah satu Lembaga yang di fasilitasi Kepala Desa Tebel,
Khoiman diduga illegal dan menimbulkan keresahan.
Sementara,
Solekan, bukan nama sebenarnya, Tokoh warga dusun Tebel, mengatakan, pada saat
sosialisasi didusun kami, warga sudah menolak dengan adanya pendampingan,
karena selain akan membayar dua kali, Rp.175.000; dan nanti pada saat
pengukuran membayar lagi Rp.150.000; warga keberatan dan terbebani, tapi warga
tidak bisa berbuat apa – apa, didesa lain yang sudah mendapat program PTSL
hanya membayar Rp.150.000; tanpa ada pendampingan dari lembaga apapun, kenapa
kita harus medatangkan pendampingan dan membayar dua kali.” Tegas Solekekan
dengan nada kecewa.
Lain
lagi dengan Mursid warga dusun Kupang yang juga bukan nama sebenarnya, “ ini
akal – akalan Kepala Desa Khoiman saja, mencari pulihan karena pada saat
Pilihan Kepala desa kemarin habis banyak untuk mengondisikan suaranya, cuman
memakai bendera Lembaga orang lain, diluar sana pasti diduga ada deal-dealan
yang tidak diketahui oleh masyarakat desa Tebel.” Tegas Mursid kepada
suaraharianpagi.com. (13/3).
Hal
senada juga di katakan oleh tokoh warga dusun Larangan, Desa Tebel, Kecamatan
Bareng, Tukiman, nama samaran, warga masyarakat desa Tebel itu mudah dikibuli
oleh Kepala Desa, Kepala desa ngomong apa saja pasti di angguki atau di-iyakan,
ketika ada yang tidak sepaham dengan Kepala Desa akan di sudutkan oleh
perangkat yang lain. Apa yang terjadi di Desa Tebel, Kecamatan Bareng, itu
diduga benar –benar Pungli, cuman Kades Khoiman pandai memakai tangan lembaga
untuk meraup keuntungan pribadi, warga dihadap-hadapkan dengan lembaga, dengan
istilah pendampingan, di belakang layar Khoiman sangat berperan. “Ya tinggal
waga Desa Tebel saja, kompak gak, kalau kompak ya ayo kita rame - rame minta
dibatalkan pendampingan dan kita minta dikembalikan uang kita yang Rp.175.000;
Kalau Desa Mundosewu , Kecamatan Ngoro, bisa minta kembali uang pendapinganya
kenapa kita tidak,” tegas Tukiman dengan nada menghimbau masyarakat yang sudah
daptar lewat lembaga.
Program
nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang seharusnya ditujukan
untuk memudahkan warga mengurus sertifikat tanah, justru diduga menjadi lahan
pungutan liar (pungli) bagi segelintir oknum Kepala Desa di Kabupaten Jombang.
Fakta itu disampaikan oleh beberapa masyarakat
desa Tebel, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, kepada wartawan suaraharianpagi.com,
beberapa hari yang lalu. Menurut SN ( 43 th ) warga dusun Kupang RT.03, RW.01,
bahwa dia sudah membayar Rp. 870.000; kepada panitia, sementara pada saat
pengukuran nanti saya masih harus membayar lagi Rp.150.000; sebenarnya berapa
sih biaya untuk ikut program PTSL? keluhnya dengan nada bertanya.
Hal senada juga disampaikan ST warga RT.02, RW.01.
dusun Kupang, desa Tebel, Kecamatan Bareng. “Pertama saya membayar Rp.700.000;
ke panita, terus dikemudian hari saya menambah lagi Rp. 100.000; jadi kalau
kita total semuanya sudah Rp.800.000; itupun sampai hari ini belum ada
tanda-tanda ada pengukuran,” tegas St kepada suaraharianpagi.com.
Sementara SW yang tinggal di RT.01, RW.01 dusun
yang sama mempunyai cerita yang tak jauh berbeda dengan SN maupun ST. Ia juga sudah
membayar Rp.800.000; kepada panitia, setelah pengukuran nanti saya juga masih
harus membayar lagi Rp.150.000; dengan alasan untuk mengurus surat- surat
didesa membeli patok, materai, foto copy dan transport panitia. Saya tidak
habis pikir berapa sebenarnya biaya PTSL yang sebenarnya”.
“Bukan saya saja yang dipungut biaya selangit,
tapi hampir semua warga Desa Tebel yang ikut program pra PTSL di pungli
Rp.600.000; lebih persertifikat. Pungutan tersebut ditarik lewat panitia,”
tegas SW dengan nada geram.
Jika
mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, biaya PTSL hanya Rp 150
ribu perbidang. Namun fakta di lapangan, di Desa Tebel, Kecamatan Bareng,
masyarakat masih dibebani biaya administrasi sampai Rp 600-Rp 800 ribu. Bahkan
di Desa Tebel, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, untuk
mengelabuhi petugas Kepala Desa Tebel, Khoiman,
diduga bekerjasama dengan salah satu Lembaga di Kabupaten Jombang.
Kepala
Desa Tebel, Khoiman, ketika di konfirmasi di kantornya (26/2/), mengatakan,”
setelah saya terpilih menjadi Kepala Desa, banyak masyarakat Desa Tebel
mengharapkan segera ada program PTSL. Harapan itu saya komunikasikan dengan
sekdes dan perangkat yang lain, kami mendapat kesimpulan bahwa SDM di desa
Tebel tidak Mumpuni.
Kita
tau sendiri PTSL tidak jatuh dari langit meskipun itu program Pak Jokowi, tanpa
ada pengajuan dari desa PTSL tidak akan turun di desa Tebel. Terus tanggal 10
November 2019 saya dapat surat dari salah satu lembaga yang mengajukan
permohonan sosialisasi pendampingan di Desa Tebel. Setelah itu saya fasilitasi,
dalam pertemuan itu ada kesepakatan antara warga desa Tebel dengan lembaga
menggunakan pendampingan. Sampai saat ini desa Tebel juga belum di tetapkan
sebagai desa PTSL, baru kemarin saya mengajuka ke BPN,” kelit Khoiman.
Ketika
ditanya bukti bentuk kerjasama antara desa dengan lembaga, Khoiman tidak bisa
menunjukan, tapi untuk biaya pendampingan Rp.175.000; perbidang setau saya,
itupun pembayaranya langsung ke panitia pendamping. Perangkat desa Tebel saya
pesan jangan sekali-kali menerima uang Rp. 175.000; dari warga yang mengajukan
progam PTSL.
Khoiman
juga mengatakan “bahwa sampai hari ini Desa Tebel belum membentuk panitia
karena desa Tebel belum ditetapkan menjadi desa PTSL. Jadi kerjasama antara
desa dengan Lembaga tidak ada, yang ada kerjasama adalah masyarakat desa Tebel
dengan Lembaga, karena disitu ada kuwitansi dan ada surat kuasa. Desa sifatnya
hanya memfasilitasi, dengan adanya pendampingan secara otomatis panitia desa
kelak akan diringankan.” Kilah Khoiman dengan suaraharianpagi.com.
Kepala desa Tebel Khoiman juga membenarkan bahwa
Rp. 175.000; murni biaya pendampingan, sementara bila desa Tebel sudah
ditetapkan menjadi desa PTSL, panitia desa akan memungut biaya lagi sebesar
Rp.150.000; untuk biaya sertifikat.
Khoiman juga
mengatakan, “sebelum desa Tebel di tetapkan sebagai desa PTSL, sah – sah saja
melakukan pendampingan, tapi apabila desa Tebel sudah ditetapkan sebagai desa
PTSL oleh BPN, memungut biaya melebihi Rp. 150.000; itu salah besar.” Tegas
Kepala Desa Tebel, Khoiman, dengan nada yakin bahwa dugaan pungli di desanya
tidak ada.
Sementara salah satu panitia dari Lembaga
Advokasi Perlindungan Konsumen Nasional, Heni, membenarkan bahwa untuk biaya
pendapingan sebesar Rp.175.000; perbidang, jumlah pemohon per tanggal
24/2/2020. “Sebanyak 1400 pemohon, untuk ketua pendamping adalah Bu Siti,”
tegas Heni ketika dikonfirmasi suaraharianpagi,com di pendopo Balai desa Tebel,
Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur,24/2.
Warga
masyarakat Desa Tebel, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur
mengharapkan agar pendampingan program PTSL dibatalkan dan dikembalikan uang
Rp. 175.000;. Selanjutnya desa Tebel menunggu sosialisasi dari BPN dan
membentuk kepanitiaan di desa agar biaya PTSL tidak membayar dua kali tapi
hanya sekali Rp.150.000; warga tidak dibebani dan tidak ada keresahan di Desa
Tebel. *ryan.