Pasuruan
– suaraharianpagi.com
Rabu, 6 Maret, Romi dan kuasa hukumnya Muhammad Nasrul, kembali
mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pasuruan. Ia
meminta kejelasan BPN terkait janji kesepakatan yang dilakukan untuk melakukan
pengukuran tanah di Desa Warungdowo, Kecamatan Pohjentrek, Kabupaten Pasuruan.
Nasrul mengungkapkan kedatangannya kali ini, mempertanyakan atas gagalnya
pengukuran tanah yang rencananya akan dilakukan kemarin, Rabu (6/3/2019), Namun
tiba-tiba pihak BPN tidak jadi melakukan pengukuran.
”Minggu
kemarin kita sudah sepakat kalau hari ini akan dilakukan pengukuran. Tapi kita
dipanggil kesini (kantor BPN) ", kata Nasrul. Setelah dilakukan pertemuan,
pihak Nasrul, belum mendapatkan kepastian dari pihak BPN. Bahkan kedatangan
Nasrul kali ini hanya diberi janji untuk menunggu terbitnya sertifikat baru. ”
Katanya kita disuruh nunggu untuk penerbitan sertifikat baru. Setelah itu baru
akan dilakukan pengukuran,” tambahnya.
Padahal,
sengketa tanah ini sudah berlangsung selama 3 tahun. Pihak BPN pun diduga
sengaja mengulur-ulur permasalahan ini. ” Kami berharap agar BPN secepatnya
melakukan pengukuran untuk penerbitan sertifikat yang baru. Sehingga
permasalahan ini tidak berlarut-larut ", harap Nasrul.
Sementara
itu pihak BPN enggan memberi keterangan terkait permasalahan tersebut. Bahkan
pihaknya hanya meminta Satpam untuk memberi tahu kepada awak media jika sudah
ada kesepakatan dengan pihak Nasrul dan Bagiono. ” Maaf ya mas, saya disuruh
menyampaikan ke teman-teman media kalau permasalahan ini sudah ada kesepakatan,
” tukas sang Satpam.
Sebelumnya,
Nasrul dan pemilik tanah datang ke BPN untuk menagih janji BPN pada Oktober
2016 silam. Sebab BPN sempat berjanji bakal melakuan pengukuran ulang dan
pembatalan sertifikat pada sertifikat yang dimiliki oleh Bagiyono pada lahan
seluas 675 meter persegi. Ia menyebut dirinya mendapatkan kuasa dari ahli waris
Alifah pada 2016 silam untuk mengurus sertifikat pengganti pada lahan seluas
850 meter persegi. Dalam sertifikat hak milik (SHM) yang diterbitkan pada 2001
diketahui jika luas tanah secara keseluruhan 1.425 meter persegi. Namun masalah
muncul sebab sertifikat untuk sisa tanah seluas 675 meter persegi atas nama
Bagiyono, warga Desa Warungdowo tidak melalui pemecahan sertifikat. Pada sertfikat
yang diterbitkan 2013 lalu itu, diketahui jika sertifikat yang dimiliki oleh
Bagiyono diterbitkan melalui prona oleh BPN setempat.
Hal
ini membuat penerbitan sertifikat pengganti terkendala. Sebab, BPN beranggapan
sertifikat kepemilikan tanah bertumpuk dan penerbitan sertifikat pengganti
hanya bisa dilakukan jika Bagiyono bersedia melakukan pencabutan. *Syah
Posting Komentar